Pada era globalisasi pada saat ini, banyak sekali perubahan yang terjadi seperti saat ini anak-anak lebih memilih bermain game online di bandingkan bermain permainan tradisional. Lebih banyak menggunakan waktu di depan laptop ataupun gadget, banyak macam permainan game online Point Blank , Dota, COC dan masih banyak lagi. Padahal banyak dampak buruk yang bisa terjadi, seperti Seorang anak yang sudah ketergantungan pada game modern atau online akan menimbulkan kurangnya rasa peduli pada sekitar, Perubahan perilaku, Berkurangnya sikap bekerja sama dan rasa saling berbagi, Menimbulkkan kerusakan pada mata karena terpaku berjam-jam pada layar.
Padahal Permainan tradisional banyak yang bisa kita mainkan, salah satunya disebut nogarata / nogalasa garata atau galasa adalah nama sebangsa tumbuhan yang berduri dan bijinya bundar laksana kelereng.
Permainan ini dilaksanakan hanya pada waktu yang hubungannya atau pada saat ada keluarga meninggal dunia, utamanya keluarga bangsawan. Jelaslah bahwa permainan ini berfungsi untuk menghibur pada keluarga yang berduka. Sebab dengan adanya permainan ini, banyak anak gadis kumpul beramai-ramai sehingga suasana duka tidak terasa mencekam keluarga yang berduka.
Cara memainkan. Permainan ini hanya dimainkan oleh perempuan yang masih gadis atau remaja. Pelaksanaan permainan ini biasa dilaksanakan pada malam hari, dalam keadaan duduk berhadapan. Tidak dapat dimainkan lebih dari 2 orang. Masing-masing pemain menyiapkan kelerengnya paling kurang 36 biji. Tiap pemain berhak atas 6 lubang dan 1 (satu) lubang yang disebut kepala, dan pada 6 lubang tersebut diisi masing-masing 6 biji kelereng (garat).
Siapa yang menang dia yang mulai mengangkat kelerengnya, (garata) dengan cara mengambil seluruh kelereng (garata) pada lubang ujung sebelah kanannya. Tiap lubang diisi dengan 1 biji kelereng (garata) dan berakhir pada lubang kepala pada sebelah kiri. Kalau berakhir pada lubang kepalanya, maka ia mesih berhak mengangkat kelerengnya, da apabila kelereng pada lubang lawan atau lubangnya sendiri, mka seluruh kelereng (garata) (garata), yang berada di lubang tersebut diangkat dan kembali diisi pada setiap lubang.
Begitu seterusnya berputar berulang-ulang sampai pada lubang kepalanya penuh dengan kelereng (garata). Untuk ganti pemain mengangkat kelereng (garata) apabila terjadi biji kelereng (garata) itu jatuh pada lubang yang kosong, namun demikian kelereng garata terakhir tersebut jatuh pada lubangnya sendiri, dan berada tepat bertentangan dengan lubang lawan, maka semua isi pada lubang tersebut adalah menjadi haknya. Kejadian tersebut dikenal dengan cara notede.
Karena pengrajin alat hiburan ini tidak ada lagi, anak-anak gadis yang berumur 7 – 12 tahun, bermain dengan cara menggali tanah dengan jumlah lubang yang tidak berbeda dengan alat aslinya, dan biji kelereng (garata) diganti dengan batu yang bundar kecil, dan biasanya dipilih batu yang agak putih. Permainan ini memerlukan permainan yang mantap untuk mencocokan jumlah kelereng (garata) yang ada dengan jumlah lubang, dan beberapa kali diangkat, sehingga tidak jatuh pada lubang yang kosong. Kalau pemain yang sudah mahir sekali biasanya tidak terjadi pergantian sampai kelereng (garata) lawan jatuh pada lubang dan lubang kepalanya. Dengan demikian maka perhitungannya lawan dinyatakan kalah, dan kembali diulang lagi permainan dengan cara mengadakan lagi suit.
Permainan pada mulanya merata dimana-mana, tetapi sekarang hampir-hampir tak menyebar lagi baik menggunakan alat, ataupun diatas tanah. Anak-anak jaman dulu suka bermain kelereng karena permainan ini asyik dan seru apalagi jika dimainkan bersama dengan teman-teman. Di bandingkan game online banyak yang menggunakan unsur-unsur kekerasan di dalamnya, Padahal dengan bermain permainan tradisional bisa membuat kita sehat karena tubuh kita dapat bergerak di bandingkan bermain game online yang hanya duduk di depan laptop, membuat kita jarang untuk bergerak dan juga bisa membuat kita boros.
Kita sebagai generasi muda sudah saatnya kita melestarikan permainan tradisional. Kita seharusnya perkenalkan dulu pada anak-anak tentang permainan tradisional walaupun di zaman globalisasi saat ini. Karena pada usia dini, perkembangan anak sangat dibutuhkan demi perkembangan fisik dan motorik anak. Selain itu permainan tradisional sangat menguntungkan daripada permainan di zaman sekarang seperti game online. Game online sangat tidak baik bagi perkembangan anak karena akan membawa dampak negatif bagi seorang anak. Tidak dipungkiri saat ini banyak orang tua yang malah membelikan anaknya barang-barang canggih. Maka dari itu, peran orang tua untuk mendampingi anaknya sangatlah penting demi masa depan seorang anak.
=======================================================================
Permainan Tradisional yang Terlupakan
Tak banyak orang yang tahu bahwa keberagaman budaya Indonesia itu seolah-olah menjadi saksi di mana pada zaman dahulu para leluhur yang telah mendahului kita menjadi pemeran atau pun ‘boga lakon’ dari semua kejadian sejarah Indonesia. Sejarah mengatakan bahwa dengan bambu runcing, para pejuang terdahulu berjuang merebut harkat, martabat dan derajat bumi pertiwi ini menuju gerbang kemerdekaan. Para pejuang terdahulu berjuang mati-matian dengan semangat yang membara tanpa mengenal lelah memperjuangkan Indonesia.
Bila peribahasa mengakatan, “Berakit-rakit dahulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian,” tepat untuk menggambarkan perjalanan Indonesia dari asalnya tertinggal di masa-masa kelam hingga kini berada pada era kemerdekaan atas hasil jerih payah ‘berakit-rakit’ para pahlawan. Dibalik itu semua ada juga tersisip beberapa permainan yang dimainkan dalam sejarah panjang Indonesia, Namun sekarang sudah banyak dilupakan bahkan disingkirkan oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat.
Padahal permainan tradisonal merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan di baliknya, di mana pada prinsipnya permainan anak tetap merupakan permainan anak. Dengan demikian bentuk atau wujudnya tetap menyenangkan dan menggembirakan anak karena tujuannya sebagai media permainan. Aktivitas permainan yang dapat mengembangkan aspek-aspek psikologis anak dapat dijadikan sarana belajar sebagai persiapan menuju dunia orang dewasa. Permaianan digunakan sebagai istilah luas yang mencakup jangkauan kegiatan dan prilaku yang luas serta mungkin bertindak sebagai ragam tujuan yang sesuai dengan usia anak.
Contoh sederhana yang masih sering kita jumpai adalah permainan Egrang. atau yang biasa disebut masyarakat Sulawesi Tengah Tilako.
Di Pulau Jawa, permainan egrang banyak dijumpai dan dimainkan layaknya permainan biasa, yaitu dengan berjalan kaki. Namun di daerah Sulawesi Tengah, egrang biasanya digunakan untuk perlombaan balapan egrang . Tidak hanya sekedar balapan, tapi juga sambil saling menjatuhkan dengan cara memukul kaki egrang lawan.
Egrang adalah alat permainan tradisional yang terbuat dari 2 batang bambu dengan ukuran selengan orang dewasa, sedangkan untuk tumpuan bawah bambunya agak besar. Permainan ini sudah tidak asing lagi, mekipun di berbagai daerah di kenal dengan nama yang berbeda beda. saat ini juga sudah mulai sulit di temukan, baik di desa maupun di kota, Permainan Egrang sendiri sudah ada sejak dahulu kala dan merupakan permainan yang membutuhkan ketrampilan dan keseimbangan tubuh.
Egrang adalah permainan tradisional Indonesia yang belum diketahui secara pasti dari mana asalnya, tetapi dapat dijumpai di berbagai daerah dengan nama berbeda-beda seperti: sebagian wilayah Sumatera Barat dengan nama Tengkak-tengkak dari kata Tengkak (pincang), Ingkau yang dalam bahasa Bengkulu berarti sepatu bambu dan di Jawa Tengah dengan nama Jangkungan yang berasal dari nama burung berkaki panjang. Egrang sendiri berasal dari bahasa Lampung yang berarti terompah pancung yang terbuat dari bambu bulat panjang. Dalam bahasa Banjar di Kalimantan Selatan disebut batungkau.
Permainan Egrang sendiri sangat unik karena sangat dibutuhkan ketrampilan dan keseimbangan tubuh bila menaikinya, makanya tidak semua orang baik orang dewasa maupun anak anak bisa bermain Egrang. Bentuk Egrang disesuaikan dengan pemakainya sesuai dengan umur si pemakai, bila yang bermain orang Dewasa maka pembuatanya pun panjang dan tinggi, sedangkan untuk anak anak bentuk dan ukuranya pun pendek.
Egrang adalah alat permainan tradisional yang terbuat dari 2 batang bambu dengan ukuran selengan orang dewasa, sedangkan untuk tumpuan bawah bambunya agak besar. Permainan ini sudah tidak asing lagi, mekipun di berbagai daerah di kenal dengan nama yang berbeda beda. saat ini juga sudah mulai sulit di temukan, baik di desa maupun di kota, Permainan Egrang sendiri sudah ada sejak dahulu kala dan merupakan permainan yang membutuhkan ketrampilan dan keseimbangan tubuh.
Egrang adalah permainan tradisional Indonesia yang belum diketahui secara pasti dari mana asalnya, tetapi dapat dijumpai di berbagai daerah dengan nama berbeda-beda seperti: sebagian wilayah Sumatera Barat dengan nama Tengkak-tengkak dari kata Tengkak (pincang), Ingkau yang dalam bahasa Bengkulu berarti sepatu bambu dan di Jawa Tengah dengan nama Jangkungan yang berasal dari nama burung berkaki panjang. Egrang sendiri berasal dari bahasa Lampung yang berarti terompah pancung yang terbuat dari bambu bulat panjang. Dalam bahasa Banjar di Kalimantan Selatan disebut batungkau.
Permainan Egrang sendiri sangat unik karena sangat dibutuhkan ketrampilan dan keseimbangan tubuh bila menaikinya, makanya tidak semua orang baik orang dewasa maupun anak anak bisa bermain Egrang. Bentuk Egrang disesuaikan dengan pemakainya sesuai dengan umur si pemakai, bila yang bermain orang Dewasa maka pembuatanya pun panjang dan tinggi, sedangkan untuk anak anak bentuk dan ukuranya pun pendek.
Permainan ini memiliki nilai budaya yang terkandung dalam permainan ini adalah kerja keras, keuletan, dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari semangat para pemain yang berusaha agar dapat mengalahkan lawannya. Nilai keuletan tercermin dari proses pembuatan alat yang digunakan untuk berjalan yang memerlukan keuletan dan ketekunan agar seimbang dan mudah digunakan untuk berjalan. Dan, nilai sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang dada.
Osvaldo Gilbert
B 501 14 003
B 501 14 003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar