Palu – Senin (9/11) adat istiadat merupakan salah satu warisan leluhur nenek moyang pada zaman terdahulu dan juga merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang terus menerus di lestarikan dan dijaga keberadaannya. Manusia tidak pernah lepas dari kebudayaan. Adat istiadat yang merupakan alah satu bagian dari kebudayaan merupakan tatanan sosial budaya yang harus ditaati sebagai warisan leluhur.'
Suku kaili atau etnik kaili, merupakan salah satu etnik dengan memiliki rumpun etnik sendiri. Untuk penyebutannya, suku kaili disebut etnik kaili, sementara rumpun suku kaili lebih dari 30 rumpun suku seperti rumpun kaili rai, rumpun kaili ledo, rumpun kaili ija, rumpun kaili moma, rumpun kaili da’a, rumpun kaili torai dan lain sebagainya. Yang akan menjadi sorotan ialah adat istiadat yang dipercayai oleh rumpun kaili rai.
Kepercayaan Rumpun Kaili Rai
Salah satu adat istiadat di suku Rai ialah tidak diperbolehkan untuk memakan salah satu jenis sayuran. Sayuran tersebut adalah sayur terung yang berwarna ungu. Terung sangat dilarang keras untuk dikonsumsi oleh masyarakat suku rai. Walaupun padahal kandungan gizi dan vitamin yang ada pada terung sangat baik untuk tubuh manusia.
Akibat dari Mengkonsumsi Terung bagi Suku Rai
Dilarangnya untuk mengkonsumsi terung ungu yang dipercayai oleh rumpun kaili Rai, pasti memiliki tujuan yang baik. Uje salah satu warga yang merupakan penduduk asli suku kaili dan merupkan rumpun kaili rai mengatakan akibat yang akan ditumbulkan ketika memakan terung ungu terjadi pada tubuh yang mengkonsumsi. Efeknya terjadi pada tubuh seperti gatal-gatal, bisul, badan kemerahan dan lain sebagainya. Larangan ini tidak semua rumpun pada suku kaili yang mempercayainya. Hanya rumpun kaili Rai sajalah yang mempercayai dan mematuhinya”. Uje menambahkan bahwasanya pada zaman sekarang ini sudah berkurang masyarakat rumpun kaili Rai yang menaati adat tersebut alasannya beranekaragam sa;lah satunya dikarenakan perkembangan zaman yang semakin modern dan juga pengetahuan orang-orang yang telah banyak tahu tentang kandungan gizi dan vitamin yang terdapat pada sayuran terung, sehingga Sudah sangat sulit menemukan keluarga-keluarga yang mematuhi adat tersebut. Untungnya keluarga Uje merupakan salah satu keluarga yang masih melestarikan bagian kebudayaan tersebut. Walaupun Perkembangan zaman dan teknologi dibidang kesehatan sudah anggih utuk me nyembuhkan berbagai penyakit termasuk gatal-gatal dan bisul tetapi menurutnya hal tersebut tidak akan membuat keluarga dan khususnya dirinya melupakan adat yang telah mendarah daging ditubuhnya, dan akan tetap mempertahankan kepercayaan tersebut.
=======================================================================
Tradisi Pengobatan Ibu Hamil
Palu – Senin (9/11), upacara Novero atau upacara pengobatan apabila sang ibu yang hamil atau mengandung kurang sehat. Pelaksanaan upacara Novero oleh masyarakat suku kaili merupakan bentuk ekspresi dari keyakinannya kepada yang gaib, pengharapan dan pemahaman terhadap alam sekitar.
Novero (mengobati penyakit) atau moragi ose (memberi warna warni beras) bertujuan untuk menyembuhkan ibu hamil dari penyakit yang dideritanya. Penyakit tersebut merupakan penyakit yang tidak biasa. Suku kaili mempercayai bahwa penyakit yang dialami oleh ibu hamil karena nilindo nuviata (diganggu makhluk halus).
Waktu dan Tempat Penyelenggara Upacara
Upacara Novero sering dilaksanakan bersama upacara noloma, dimana kelihatan ibu hamil kurang sehat. Noloma lebih dekat kepada pemujaan arwah nenek moyang, sedangkan Novero lebih pada makhluk-makhluk halus yang dianggap jahat dan mengganggu ibu hamil. Tempat diadakannya upacara ini ialah diluar rumah, dimana dicarinya tempat yang dipercayai sebagai tempat penghunian makhluk-makhluk halus, tempat tersebut seperti di tepi sungai, tepi pantai, pohon-pohon besar dan sebagainya. Dan dibuatlah suatu wadah yang suku kaili mengenalnya dengan sebutan suampela, yaitu sebuah tempat penyimpanan sesajian yang dibuat dari kayu bertiang tiga. Pada bagian atas dibuat sebuah anyaman dari ranting kayu atau bambu tempat sesajian itu disimpan dan kulili yang diberi warna belang hitam putih terakhir disimpannya berbagai jenis makanan termasuk beras yang berwarna warni.
Jalannya Upacara
Ketika persiapan-persiapan upaca telah siap yang dilakukan bersama dukun dan keluarga di rumah ibu hamil, selanjutnya mengambil banja mpangena sebutan untuk mayang pinang dicampur dengan berbagai jenis dedaunan yang aromanya wangi seperti bunga mbalu, daun pandan, tamadi, tulasi dan lain sebagainya kemudian di rendam selama 3 malam. Ibu hamil yang menderita sakit, harus memakan makanan yang disiapkan dalam bambu dengan sebiji telur rebus dan mencuci muka dengan air yang telah diisyaratkan setiap banngun pagi.
Kegiatan selanjutnya dalam upacara ini ialah membuat suampela tempat sesajian disimpan. Dengan menggunakan teknik-teknik tertentu dan dengan gane-gane (mantera). Sesudah itu diadakan upacara mandi untuk ibu hamil dengan menggunakan air wangi-wangian. Seusai mandi sebatang mayang piang yang belum berkembang dipecahkan tepat diatas kepala ibu hamil. Cara tersebut dianggap memberikan kekuatan tubuh buat ibu hamil.
Setelah tahap tahap prosesi upacara dilaksanakan selanjutnya masuk pada tahap membawa turun seluruh bahan-bahan perlengkapan ke tanah dan ketempat suampela dibuat. Pada saat suampela di bawa kini mulailah dukun untuk memanggil arwah-arwah dan roh-roh halus pada tempat sesajian. Dan terjadilah acara noronde atau dialog dukun dengan orang orang yang berada di dalam rumah.
Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suku kaili yang beranekaragam salah satunya ialah upacara adat yang telah di bahs diatas, mencerminkan betapa kayanya Indonesia dengan pulau-pulan dan masing-masing kebudayaan yang ada di setiap daerah. Dan dengan upacara Novero yang merupakan cara masyarakat suku kaili merespon sebuah fenomena yang didasarkan pada pemahaman dan keyakinan masyarakatnya. Sebagai masyarakat yang mempercayai adat istiadat tersebut, semoga dapat selalu dilestarikan dan di jaga terus keberadannya agar supaya kedepannya dapat diwarikan oleh generasi genarasi selanjutnya. Agar kebudayaan yang ada tidak mudah punah dan tetap ada di setiap jhati masyrakat khususnya masyaraakat suku kaili.
Siti Munipa Kariono
B 501 14 007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar